Salah Satu Kegiatan Memasak Hari Jumat



untuk kegiatan memasak sebagian anak masih membutuhkan supervisi oleh guru

Sekolah Autis

ASD (Autism Spectrum Disorders) memiliki spektrum yang sangat luas mulai dari sangat ringan (mild), sedang (moderate) hingga parah (severe). Parah atau ringannya gangguan autisme sering kemudian di-paralel-kan dengan kemampuan fungsional. Menurut para ahli, anak autis dengan tingkat intelegensi dan kognitif yang rendah, tidak berbicara (nonverbal), memiliki perilaku menyakiti diri sendiri, serta menunjukkan sangat terbatasnya minat dan rutinitas yang dilakukan diklasifikasikan sebagai low functioning autism. Sementara mereka yang menunjukkan fungsi kognitif dan intelegensi yang tinggi, mampu menggunakan bahasa dan bicaranya secara efektif serta menunjukkan kemampuan mengikuti rutinitas yang umum diklasifikasikan sebagai high functioning autism.

Pendidikan seperti apakah yang sesuai untuk untuk anak autis ini? Sebagian besar lembaga pendidikan ataupun klinik terapi di Indonesia pada umumnya memfokuskan pada usaha menyamakan kemampuan fungsional anak penyandang ASD dengan kemampuan fungsional anak normal. Metode pembelajaran yang digunakan pada umumnya adalah metode terapi tertentu yang diterapkan sama untuk semua anak. Program individual (Individualized Education program) yang diberikan pada umumnya melihat kemampuan yang dimiliki anak dibandingkan dengan tingkatan kemampuan selanjutnya yang seharusnya dimiliki anak. Sebagai contoh: bila seorang anak penyandang ASD usia 8 tahun memiliki kemampuan anak umur 3 tahun, maka program yang diberikan adalah kemampuan yang harus dimiliki oleh anak umur 4 tahun.

Kenyataan menunjukkan, tidak semua anak penyandang ASD terutama anak dengan low functioning autism dapat mempelajari ataupun mengejar kemampuan fungsional yang dimiliki oleh anak normal. Banyak anak mengalami kesulitan atau bahkan tidak mengalami kemajuan akibat tidak dapat mengikuti ataupun tidak cocok dengan metode pembelajaran yang diberikan. Akibatnya jarak antara umur kronologis dan umur mental pada anak penyandang ASD menjadi semakin jauh.

Untuk itu dibutuhkan kehadiran lembaga pendidikan seperti Hadiya untuk penyandang ASD khususnya bagi anak autis yang low functioning dengan fokus mengembangkan kemampuan anak penyandang ASD untuk dapat berkomunikasi, mandiri dan bekerja dengan menggunakan metode pembelajaran yang paling dapat diterima atau dipahami oleh anak.

Terapi Wicara Tidak Mengalami Kemajuan?

Anak anda mengikuti terapi wicara tapi tidak mengalami kemajuan atau sangat lambat kemajuannya? Coba cek beberapa faktor berikut. Beberapa faktor di bawah ini bisa jadi merupakan faktor yang menghambat kemajuan dalam terapi wicara.

Faktor Pertama
Kurangnya motivasi  anak. Sulit untuk menyalahkan anak karena hal ini. Seorang terapis wicara harus dapat menumbuhkan motivasi anak bahkan pada anak yang paling sulit sekalipun.

Faktor Kedua
Orangtua tidak memiliki waktu atau kesabaran untuk melakukan pe-er yang harus dikerjakan di rumah. Lagi-lagi ini bukan selalu merupakan kesalahan orangtua karena seringkali mereka melihat reaksi anak mereka yang frustasi setiap kali gagal dan akhirnya menghindari kegiatan yang menimbulkan rasa frustasi dan kegagalan pada anak mereka. Biasanya ini diakibatkan karena terapis memberikan pe-er yang salah.

Faktor Ketiga
Faktor ketiga dan merupakan faktor yang seringkali menyebabkan kelambatan kemajuan adalah ketidakmampuan terapis untuk membaca dan menemukan solusi atas suatu kondisi secara tepat. Bila tidak ada alasan terstruktur, medis, atau fisiolgi mengapa anak tidak dapat berbicara, seharusnya mereka dapat dan mampu belajar untuk berbicara dengan baik dan jelas.

Contoh:
Anak dengan lateral lips (tidak mampu mengucapkan huruf s dan z) diberi pe-er mengucapkan kalimat yang mengandung huruf s atau bahkan diberi pe-er membuat cerita dengan kata-kata yang mengandung huruf s. Akibatnya, saat dites, anak tetap tidak bisa menyuarakan bunyi tunggal "s"


Bila dianalogikan, hal ini seperti menyuruh anak anda berlari sebelum dia bisa berdiri. Tidak akan pernah berhasil. Kesalahan seperti ini tidak hanya dilakukan oleh beberapa terapis wicara. Tetapi juga dilakukan oleh lingkungan sekitar. Memaksa anak untuk mengulang kata-kata juga bisa membuat anak frustasi dan akhirnya tidak mau mencoba.

Intinya, pengharapan yang tidak realistis dan meminta anak melakukan aktivitas yang tidak masuk akal akan membuat anak frustasi dan malas mencoba.
 Disadur dari tulisan Isa Marrs Speech Language Pathology, PC

Total Pageviews